Friday 20 February 2015

B E B A S


DEFENISI BEBAS
Adjektif
1. lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dsb sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dsb dng leluasa): tiap anggota -- mengemukakan pendapat; burung itu terbang -- di angkasa; 2. lepas dr (kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dsb): hari ini ia -- dr kewajiban mengajar; krn memang tidak bersalah, ia -- dr tuntutan; 3. tidak dikenakan (pajak, hukuman, dsb): surat dinas ini -- bea; 4. tidak terikat atau terbatas oleh aturan dsb: obat itu dijual -- dan terdapat di setiap apotek; 5. merdeka (tidak dijajah, diperintah, atau tidak dipengaruhi oleh negara lain atau kekuasaan asing): sehabis Perang Dunia II banyak negara yg --; politik luar negeri yg -- dan aktif; 6 tidak terdapat (didapati) lagi: negara kita belum -- buta huruf; daerah ini sudah -- cacar;

Kebebasan memilih
Noun  
keadaan bebas; kemerdekaan: manusia yg tertindas harus berjuang untuk -nya;
Kebebasan memlih dalam pemilu? Bukan hanya dalam sekadar ruang lingkup sesempit itu, melainkan kebebasan memilih dalam skala makro yang akan dibicarakan. Ada di salah satu Kitab Tafsir Al Quran dan memperlihatkan terjemahan S. Al Baqarah, 212:

3 ª!$#ur ä-ãötƒ `tB âä!$t±o ÎŽötóÎ/ 5>$|¡Ïm ÇËÊËÈ 

diterjemahkan dengan : Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendakiNya. Ada
juga yang menterjemahkan: Dan Allah memberi rezeki kepada orang yang menghendaki (untuk mendapatkan rezeki).    
Di zaman pra-Islam ada dua aliran filsafat yang saling bertentangan. Di pihak yang satu berfaham bahwa manusia itu sama sekali tidak mempunyai ikhtiar apa-apa, Tuhanlah Yang aktif. Aliran ini menempatkan manusia dalam keadaan pasif sebenar-benarnya. Inilah Jabariyah, Fatalisme Sedangkan pada pihak yang lain, yang bertolak belakang dengan aliran tersebut adalah faham Qadariyah.
Faham ini walaupun masih percaya adanya Maha Pencipta, tetapi menganggap Tuhan dalam keadaan pasif, manusialah yang aktif dalam berkeinginan dan berikhtiar. Jadi setingkat di bawah faham Deisme, yang mengingkari komunikasi antara Tuhan dengan makhlukNya.    
Memang ada dua penafsiran ayat tersebut. Perbedaan ini terletak dalam hal siapakah yang menjadi fa'il (= pelaku) dari perbuatan yasyaau (= menghendaki) dalam ayat itu. Apakah Allah atau man. Pada penafsiran yang pertama, Allah Yang menjadi Fa'il.
Dengan demikian ayat itu berarti: Allah memberi rezeki kepada orang yang (Allah) kehendaki, atau dengan ungkapan lain: dikehendakiNya. Penafsiran ini diwarnai oleh faham Jabariyah. Allah aktif, manusia pasif tanpa ikhtiar.    
Sedangkan pada penafsiran yang kedua, man = siapa, atau orang yang menjadi pelaku. Maka ayat itu berarti: Allah memberi rezeki kepada orang yang menghendaki (untuk mendapatkan rezeki). Penafsiran ini tidak diwarnai oleh faham Jabariyah. Juga tidak diwarnai oleh Qadariyah. Dalam penafsiran ini Allah aktif dan manusia aktif. Inilah faham Ahlussunnah.   
Sebenarnya ada ayat lain yang senada dengan ayat di atas itu, yakni: (S. Al Baqarah 213) Yahdie artinya memberi petunjuk.    
Dalam hal ada penafsiran yang berbeda, maka perbedaan itu harus diujicoba, jangan dibiarkan dalam keadaan status quo. Pendekatan Kitabiyah jangan seperti keadaannya dengan ilmu di zaman Yunani Kuno. Kalau dikatakan ini pendapat Socrates, ini menurut Anaxagoras, maka selesailah sudah, tetap dalam keadaan status quo. bahwa Pendekatan Kitabiyahpun jangan berhenti pada status quo, menurut qaul (pendapat) si Fulan begini, menurut si Fulan yang lain begitu.    
Sudah juga dijelaskan bahwa yang diujicoba bukan kebenaran ayat. Kebenaran ayat itu mutlak, sebab ayat itu bersumber dari Yang Maha Mutlak. Yang diujicoba adalah hasil penafsiran manusia, hasil pekerjaan akal manusia. Penafsiran itu harus diperhadapkan kepada ayat-ayat yang lain. Marilah kita rujukkan kedua penafsiran yang bertolak belakang itu terhadap surat  Ar Ra'd :11
artinya: Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, hingga mereka itu mengubah keadaan dirinya.
(Sedikit catatan, banyak yang menulis arti yughayyiru dengan merubah. Ini tidak betul. Rubah adalah binatang sejenis keluarga anjing, dalam bahasa Inggris disebut fox. Asal katanya ubah, mendapat awalan me+sengau ng menjadi mengubah).    
Ayat di bawah lebih mempertegas apa yang dimaksud dengan keadaan tersebut:  dalam Surat (Al Anfal 53)
y7Ï9ºsŒ  cr'Î/ ©!$# öNs9 à7tƒ #ZŽÉitóãB ºpyJ÷èÏoR $ygyJyè÷Rr& 4n?tã BQöqs% 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/    
: Demikianlah Allah tidak akan membuat perubahan untuk memberi ni'mat atas suatu kaum, hingga mereka mengubah keadaan dirinya.
Jadi sudah jelas, bahwa yang dimaksud dengan keadaan adalah ni'mat Allah. Adapun ni'mat Allah dapat berupa petunjuk seperti dalam S. Al Baqarah 213 di atas, ataupun berupa rezeki seperti dalam S. Al Baqarah 212. Baik S. Ar Ra'd 11, maupun S. Al Anfal 35, keduanya tidak berpola Qadariyah juga tidak berpola Jabariyah.
Allah memberikan ni'mat yang bersyarat. Syaratnya ialah siapa yang berusaha mengubah dirinya untuk mendapatkan ni'mat itu. Jadi Allah aktif, manusia juga aktif. Secara aktif, ni'mat Allah dipancarkan oleh Allah tak putus-putusnya, ibarat matahari yang memancarkan sinarnya ke sekelilingnya. Pada pihak yang lain manusia harus aktif pula berikhtiar untuk mendapatkan ni'mat Allah yang dipancarkan Allah itu.
Ibarat seorang manusia yang ada di dalam gua yang gelap gulita, mana mungkin akan mendapatkan sinar matahari, apabila orang itu tetap tinggal di dalam gua itu. Ia harus berikhtiar, keluar dari gua untuk mendapatkan sinar matahari itu.  
Begitu juga dengan Ilmu, harta, kesehatan, Jodoh, kekuasaan, dll 
Ayat-ayat rujukan di atas itu berhubungan dengan pola makna ayat, atau istilah canggihnya pola kontekstual. Berikut ini dikemukakan rujukan ayat mengenai pola redaksionalnya. Firman Allah dalam S. Ar Ra'd 27:    
žcÎ) ©!$# @ÅÒム`tB âä!$t±o üÏökuur Ïmøs9Î) ô`tB z>$tRr& ÇËÐÈ  
sesungguhnya disesatkan Allah orang yang menghendaki (kesesatan) dan memberi petunjuk kepada orang yang tobat.
Pola secara redaksional ini jelas. Man adalah pelaku perbuatan ä!$t±o dan >$tRr& Jadi penafsiran yang dikukuhkan oleh hasil ujicoba di atas adalah Allah aktif dan manusia aktif seperti pola kontekstual yang ditunjukkan oleh S. Ar Ra'd,11 dan S. Al Anfal,35, dan pola redaksional yang ditunjukkan oleh S. Ar Ra'd,27. Dan pola Allah aktif, manusia aktif, inilah faham Ahlussunnah, dengan penafsiran seperti berikut:    
Allah hanya berkenan memberikan petunjuk kepada orang yang berkeinginan dan berikhtiar untuk mendapatkan petunjuk. Dan Allah hanya berkenan memberikan rezeki kepada orang yang berkeinginan dan berikhtiar untuk mendapatkan rezeki.
Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk menentukan pilihannya: Apa mau sesat di tempat yang gelap, atau berikhtiar mendapatkan petunjuk,mina zhzhulumaati ila nNur, dari kegelapan ke terang-benderang.    
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4
Kebenaran dari Maha Pengaturmu, siapa yang mau maka berimanlah, siapa uang mau maka kafirlah (S. Al Kahf, 29).
Dengan kebebasan memilih itu manusia memikul tanggung jawab penuh atas hasil pilihan dan perbuatannya. Janganlah pula orang kafir itu mengatakan mengapa ia harus dihukum, bukankah ia menjadi kafir itu atas kehendak Allah? Allah Maha Adil, Yang menghukum manusia atas hasil pilihaan manusia itu sendiri. Manusia harus mempertanggung-jawabkan hasil pilihannya itu kepada Maaliki Yawmi dDien, Pemilik Hari Keadilan.
            Dan kebebasan yang berhubungan dengan manusia telah dicontoh oleh Rosulullah yang Allah sendiri dalam firman Allah dalam surat Al-Qolam : وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ [٦٨:٤] ( (Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung)
Untuk apa kita mencari tauladan lain, mencari referensi lain, mencari contoh lain kalau semua nya itu telah di contoh kan oleh Rosulullah, dan apa yang difirman kan Allah dalam surat An-nisa’ : 36)
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا [٤:٣٦]
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
Bagaimana kita berhubungan dengan ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Semua sudah Rosul contohkan, tinggal kita apakah mau mengikuti nya atau tidak kita bebas memilih
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ [٣:٣١]
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
LA IKROHA FIDDIEN  LANA A’MALUNA WA LAKUM A’MALUKUM.
            Kebebasan kita untuk berbuat/bermuamalah, itu juga dibatasi oleh kebebasan manusia yang lain sebagai contoh :
            Kita ingin mendengar music, kita putar keras-keras, kalau suara nya tidak menggangu orang lain tidak ada masalah, namun kalau menggu itu sedah melanggar kebebasan orang lain untuk tenang, kit abaca alqur’an dengan speker dimasjid dengan mengeraskan suara, tidak menjadi masalah yang menjadi masalah jika bacaan itu mengganggu ketenangan orang lain sperti, di baca jam 12 malam, jam 4 malam yang mana orang lain sedang ingin menikmati istirahat, kemudia contoh lagi ketika menjadi Imam dimasjid kita gunakan speker dengan suara yang keras, boleh saja asal suara nya tidak mengganggu yang lain nya, cukup yang sholat dan yang menjadi makmum saja yang tau, kalau sudah mengganggu orang lain itu sudah mengganggu kebebasan orang lain, ada lagi dengan suara kendaraan kita, kita senang dengan suara kendaraan kita yang keras, namun apakah orang lain juga senang?.. kalau tidak berarti kita sudah menggangu kebebasan orang lain, sabda nabi “Laa yu'minu ahadukum hatta yuhibbu ukhuhu kamaa yuhibbu nafsahu” (tidak beriman seseorang sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri). (HR. Bukhari Muslim dan Tirmidzi)
Manusia yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih lemah dari itu adalah orang yang mendapatkan banyak teman tetapi menyia-nyiakannya.
(Ali Bin Abi Thalib)
“Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada salat dan saum?” Sahabat menjawab, “Tentu saja!” Rasulullah pun kemudian menjelaskan, “Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwah di antara mereka, (semua itu) adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan” (H.R. Bukhari-Muslim).






Kesimpulan : Kebebasan Sudah Allah berikan kepada Mahluk nya, Bagaimana menerapkan kebebasan sudah Allah berikan panduan nya, Alqur’an) dan untuk mengaplikasikan amalan nya sudah Allah utus Rosul nya, Allah berikan Akal pikiran kepada kita, mau ambilkah kita atau mau kita buang terserah kepada diri masing-masing, sabda nabi kutinggalkan kepadamu dua perkara yang apabila engkau pegang teguh tidak akan sesat selama nya, dua perkara itu ialah Alqur’an dan Al-Hadist,
lana a’maluna wa lakum a’malukum.
Wallahu ‘alam
By:  Mas Kholik Ae
Referensi:
-          Riadus solihin;
-           http//:Zikr.org;

No comments:

Post a Comment